Jumat, 14 Juni 2013

ULASAN RINGAN KURIKULUM 2013 | pendidikan



ULASAN RINGAN KURIKULUM 2013 | pendidikan 




Kurikulum segera berubah pada 2013 untuk SD, SMP, SMA, dan SMK. Pihak pemerintah menyebutnya sebagai "pengembangan kurikulum" bukan "perubahan kurikulum." Saya kira pertimbangan pemerintah dengan penyebutan ini terkait dengan dampak psikologisnya, bukan substansinya. Karena, bila yang dipakai istilah "perubahan kurikulum" akan menggegerkan dunia pendidikan kita akibatnya hal itu akan menambah kegalauan kolektif bangsa ini. Senyampang sekarang ini tahap pengembangan kurikulum baru sampai pada tahap uji publik, marilah kita yang ada di grup "Komunikasi Antar-Guru Indonesia" di Facebook ini juga memberikan ulasan. Dengan melihat substansi rencana pemerintah untuk mengembangkan kurikulum itu, saya menggunakan istilah perubahan kurikulum

Tak ada angin, tak ada badai tiba-tiba saja pemerintah menggulirkan wacana perubahan kurikulum yang kemudian dengan secepat kilat wacana itu berubah menjadi isu kebijakan (bahan mentah kebijakan publik). Bahkan akhirnya sekarang ini sudah sampai pada perumusan kebijakan pendidikan. Publik terpaksa hanya dapat mengikuti kehendak pemerintah tanpa sempat melontarkan argumen-argumen, baik yang pro maupun yang kontra dengan jadwal pemberlakuan perubahan kurikulum 2013 yang ditetapkan dengan semena-mena. Dilihat dari sudut pandang kebijakan publik, kebijakan pendidikan yang diambil harus melalui tahap-tahap pembuatan kebijakan, yakni: tahap perumusan masalah, tahap agenda setting, tahap formulasi kebijakan, tahap legitimasi kebijakan, tahap implementasi kebijakan, dan tahap evaluasi kebijakan (ada 6 tahap). 

Kebijakan publik yang hakiki adalah kebijakan yang dibuat dengan melibatkan publik, selain otoritas resmi pembuat kebijakan (pemerintah). Perubahan kurikulum menjadi Kurikulum 2013 kurang mengakomodasi pranata itu. Media massa menyebutkan bahwa ide kebijakan perubahan kurikulum berasal dari petinggi negara yang merasa keluaran pendidikan sekarang ini belum memadai. Kemudian petinggi itu memerintahkan bawahannya untuk membentuk tim perubahan kurikulum. Tim tersebut kemudian bertemu dan berdiskusi, lalu keluarlah draft perubahan kurikulum.

Pertanyaan yang belum terjawab adalah apakah perubahan kurikulum itu sudah melalui pengkajian yang sangat mendalam, cermat, integratif terhadap hasil kurikulum sebelumnya dari semua jenjang (SD, SMP, SMA, dan SMK) melalui penelitian yang valid dan bukan hanya satu penelitian? Apakah kekurangan/kelemahan sistem pendidikan harus diatasi dengan satu-satunya jalan yaitu perubahan kurikulum? Apakah sudah diperhitungkan dengan mendalam dan meluas dampak dari perubahan kurikulum tersebut?

Melihat pertimbangan yang digunakan pemerintah untuk mengubah kurikulum dalam Draft Kurikulum 2013 (yang cuma paparan sekilas presentasi dalam bentuk Power Point, 72 halaman) terkesan rasional (alasan) pemerintah sangat logis, dapat diterima publik, menggambarkan kondisi senyatanya. Bertolak dari rasional itu, pemerintah berkesimpulan perlu perubahan kurikulum!

Benar bahwa kondisi akhlak, keterampilan, pengetahuan masyarakat kita saat ini belum sesuai harapan bangsa. Benar bahwa kekurangan itu perlu diperbaiki melalui pendidikan yang berkualitas. Namun, benarkah satu-satunya jalan adalah perubahan kurikulum?

Perubahan kurikulum adalah kebijakan publik berskala luas yang melibatkan komponen-komponen waktu, keahlian, dana, peralatan, pengorbanan, kemauan yang sangat masif. Waktu yang diperlukan untuk memulai kebijakan itu tidak cukup dalam hitungan bulan. Dana yang diperlukan berjumlah triliunan rupiah. Belum lagi berhitung tentang implementasi yang harus menjangkau ke seluruh wilayah Indonesia.

Memang rasional perubahan kurikulum dan tujuannya baik. Bahkan sangat baik! Tetapi, saya melihat butir demi butir, kalimat demi kalimat, peningkatan kualitas sumberdaya manusia Indonesia saat ini tidak harus dan seharusnya harus tidak dengan mengubah kurikulum. Perbaikan itu dapat dilakukan dengan kebijakan-kebijakan skala kecil, misalnya bagaimana pendidikan karakter dilakukan agar lebih berhasil; bagaimana peningkatan guru agar lebih kompeten; bagaimana para murid agar lebih termotivasi.

Haruskah kita sebagai bangsa disibukkan untuk urusan-urusan “peta perjalanan” (kurikulum) padahal kita sudah tahu “arah tujuan” perjalanan kita. Waktu sangat berharga dan semestinya kita gunakan untuk memperbaiki langkah, melancarkan langkah, mempersingkat langkah, dan menghemat wacana-wacana yang tidak substansial.

Jangan sampai buruk muka cermin dipecah. Jangan sampai buruk mutu pendidikan kurikulum diubah. Proses kurikulum sebelumnya belum tuntas, lalu kurikulumnya diberantas.***


0 komentar:

Posting Komentar

terima kasih yang sudah berkomentar...... =D